Thursday, January 7, 2010

Nasib BLK Palangkaraya Semakin Mengenaskan


BLK Palangkaraya merupakan salah satu dari sekian BLK kelompok industri yang ada di Indonesia. Pada awalnya, ketika masih dikelola di bawah Depnaker pusat (sebelum OTODA), BLK Palangkaraya merupakan balai latihan yang tidak pernah ada waktu luang untuk istirahat. Dalam artian hampir selalu ada pelatihan, hingga para instruktur yang ada nyaris selalu pulang sore bahkan malam karena begitu padatnya jadwal yang ada. Salah satu instruktur jurusan “favorit masyarakat” (yaitu otomotif) menuturkan bahwa ia terpaksa mengenakan alat penguat kaki dan pinggul dalam menjalankan tugasnya yang begitu padat karena harus berdiri sepanjang hari.
Namun kini semuanya berubah. Bermula dari diberlakukannya OTODA, pengelolaan BLK tidak lagi di bawah DEPNAKER Pusat namun di bawah masing-masing Pemerintah Kota/Kabupaten dimana lokasi BLK berada. Ini berarti bahwa pengelolaan BLK tidak lagi melalui APBN namun melalui APBD. Di sinilah perbedaannya. Ketika masih di bawah DEPNAKER Pusat, dana untuk pelatihan bisa dikatakan melimpah-ruah. Setelah dikelola masing-masing Pemerintah Kota/Kabupaten, dana pelatihan sangat tergantung dari kemampuan daerah masing-masing. Pemerintah Kota Palangkaraya dapat dikatakan adalah Kota yang PAD-nya minim, bahkan jika dibandingkan dengan beberapa Kabupaten-kabupaten yang lain yang ada di Kalimantan Tengah, sehingga dana untuk pelatihan akhirnya juga minim. Dana pelatihan yang ada lebih banyak menggantungkan dana dari pusat.
Tahun 2008, anggaran pelatihan bernilai kurang lebih Rp. 75 juta, tahun 2009 meningkat menjadi Rp. 160 juta tetapi tahun 2010 menurun lagi menjadi Rp. 60 juta. Dengan asumsi 1 paket pelatihan memerlukan dana Rp. 30 juta (rata-rata), maka tahun 2008 hanya ada 2~3 paket pelatihan, tahun 2009 ada 5 paket pelatihan dan tahun 2010 nanti hanya ada 2 paket pelatihan. Di BLK Palangkaraya terdapat 10 jurusan pelatihan yaitu Otomotif (3 instruktur), Komputer (1 Instruktur), Menjahit 4 Instruktur), Mesin Bubut (1 Instruktur), Las (1 Instruktur), Kerja Plat (1 Instruktur), Elektronika (2 Instruktur), Instalasi Listrik (1 Instruktur), Teknik Pendingin (1 Instruktur) dan Bangunan/meubeuleur (4 Instruktur). Dapat dilihat bahwa tidak semua jurusan dan instruktur dapat melaksanakan pelatihan. Kecenderungannya pelaksanaan pelatihan hanya untuk jurusan-jurusan yang banyak peminatnya yaitu Otomotif, Komputer dan Menjahit. Hal ini tentunya disesuaikan dengan tuntutan dari masyarakat yang cenderung memilih ketiga jurusan tersebut. Hal ini juga berarti banyak instruktur yang akhirnya hanya menganggur dan tidak mendapatkan Kredit poin untuk kenaikan pangkat. Ironisnya, dari penerimaan CPNS tahun 2009 yang lalu bertambah lagi 4 orang calon instruktur baru. Sepertinya hal ini justru menambah pengangguran baru namun digaji oleh pemerintah.
Jika dilihat dari fasilitas yang ada, aset BLK Palangkaraya mencapai Rp. 1 Milyar lebih akan tetapi hanya dapat meluluskan rata-rata 48 tenaga terampil (3 paket pelatihan)  per tahun-nya (1 paket pelatihan = 16 siswa latih). Jika dinilai dengan uang (1 paket=Rp. 30 juta), maka nilainya adalah Rp. 90 juta atau kurang dari 10 persen dari aset yang ada. Cukup disayangkan bukan?


1 comment:

  1. benar., sayang sekali..

    Saya ada niat merekrut lulusan BLK Palangkaraya., semoga lulusan dari sana tidak mengecewakn nantinya..

    ReplyDelete